LAPORAN
PENDAHULUAN
A.
Konsep Dasar Penyakit
1.
Haemoragic Post Partum (Hpp)
a. Definisi
Perdarahan postpartum adalah
perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk
perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post- partum adalah perdarahan
dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta
lahir (Mochtar, 1998)
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah
hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi
(Williams, 1998).
b. Etiologi
·
Atonia Uteri
·
Retensi Plasenta
·
Sisa Plasenta dan selaput ketuban
·
Trauma jalan lahir
·
Penyakit darah
c.
Klasifikasi
1)
Early post partum hemorhagic
Ealy post partum terjadi 24 jam pertama setelah bayi
lahir
2)
Late post partum hemorhagic
Late post partum terjadi lebih dari 24 jam pertama
setelah bayi lahir. perdarahan yang terjadi antara hari kedua sampai enam
minggu paska persalinan.
d. Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi
karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta
memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus
maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi,
pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah
tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan
retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah
dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama
penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan
seperti robekan servix, vagina dan perinium.
e.
Pemeriksaan
Laboratorium
·
Kadar Hb, Ht, Masa perdarahan dan masa pembekuan
·
Pemeriksaan USG, hal ini dilakukan bila perlu untuk menentukan adanya
sisa jaringan konsepsi intrauterine
·
Urinalisis memastikan kerusakan kandung kemih
·
Profil koagulasi menentukan peningkatan degradasi kadar produk fibrin,
penurunan fibrinogen, aktivasi masa tromboplastin dan masa tromboplastin
parsial
f. Komplikasi
·
Syok hemoragie
·
Anemia
·
Sindrom Sheehan
g. Penatalaksanaan
umum
·Ketahui secara pasti kondisi ibu
bersalin sejak awal
·Pimpin
persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
·Selalu siapkan
keperluan tindakan gawat darurat
·Segera lakukan
penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan
komplikasi
·Atasi syok jika terjadi syok
·Pastikan kontraksi berlangsung baik
( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus, beri uterotonika 10 IV
dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit ).
·Pastikan plasenta telah lahir lengkap
dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir
·Bila perdarahan tidak berlangsung,
lakukan uji bekuan darah.
·Pasang kateter tetap dan pantau
cairan keluar masuk
·Lakukan observasi ketat pada 2 jam
pertama paska persalinan dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam
berikutnya.
2.
Atonia uteri
a. Definisi
Atonia uteri adalah suatu kondisi
dimana miometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang
keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. Umumnya
perdarahan karena atonia uteri terjadi dalam 24 jam pertama post partum (APN,
2008).
Atonia Uteri adalah suatu kondisi
dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang
keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali.
(Sumarah, 2009).
Atonia Uteri adalah keadaan lemahnya
tonus kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan
terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. (
Saifudin, 2008)
b. Etiologi
·
Regangan rahim berlebihan karena
kehamilan gemeli, polihidramnion, atau anak terlalu besar
·
Kelelahan karene persalinan lama
atau persalinan kasep
·
Kehamilan grande-multipara
·
Ibu dengan keadaan umum jelek,
anemis atau menderita penyakit menahun
·
Mioma uteri yang mengganggu kontraksi
rahim
·
Infeksi intrauterine
(korioamnionitis)
·
Ada riwayat pernah atonia uteri
sebelumnya (Prawirohardjo, 2008)
·
Persalinan cepat (partus
presipitatus)
·
Persalinan yang di induksi atau
dipercepat dengan oksitosin (augmentasi)
·
Magnesium sulfat digunakan untuk
mengendalikan kejang pada preeklamsi eklamsia (APN, 2008)
c.
Tanda dan Gejala Atonia Uteri
·
Uterus tidak berkontraksi dan lembek
·
Perdarahan segera setelah anak lahir
·
Syok (kadang – kadang ada)
(Hanifa, 2002)
d. Penatalaksanaan
·
Kenali dan tegakan kerja atonia
uteri
·
Sambil
melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan pengurutan uterus
·
Pastikan
plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir
·
Lakukan
tindakan spesifik yang diperlukan :
o
Kompresi
bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan
saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila
perdarahan berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat
kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehata rujukan.
o
Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan
diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina
untuk menjempit pembuluh darah didalam miometrium.
o
Kompresi
aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri,
pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah
umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis,
penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut arteri femoralis.
3.
Hipertensi
a. Definisi
Hipertensi adalah peningkatan
abnormal pada tekanan sistolik 140 mm Hg atau lebih dan tekanan diastolic 120
mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).
Hipertensi adalah peningkatan
tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHg (Luckman Sorensen,1996).
Hipertensi adalah suatu keadaan
dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan
tekanan darah diastolic 90 mmHg atau lebih. (Barbara Hearrison 1997)
b. Etiologi
1) Genetik: Respon
nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport Na.
2) Obesitas:
terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan darah meningkat.
3) Stress lingkungan.
4) Hilangnya
Elastisitas jaringan dan
arterisklerosis pada orang tua serta pelabaran pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2
golongan yaitu:
·
Hipertensi Esensial (Primer).
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang
mempengaruhi seperti genetika, lingkungan,
hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin angiotensin, efek dari
eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
·
Hipertensi Sekunder.
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim
renal/vakuler renal. Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin
dll.
c. Patofisiologi
Tonus vaskuler meransang saraf
simpatis yang diterukan ke sel jugularis. Dari
sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada
ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan
Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada
terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan
darah. Selain itu juga
dapat eningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal
tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan Peningkatan
tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ organ seperti jantung
d.
Manifestasi Klinis
Manifestasi
klinis pada klien dengan hipertensi adalah meningkatkan tekanan darah >
140/90 mmHg, sakit kepala, epistaksis, pusing/migrain, rasa berat ditengkuk,
sukar tidur, mata berkunang-kunang, lemah
dan lelah, muka pucat suhu tubuh rendah
e.
Komplikasi
Organ organ
tubuh sering terserang akibat hipertensi anatara lain mata berupa perdarahan
retina bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan, gagal jantung, gagal
ginjal, pecahnya pembuluh darah otak
f.
Penatalaksanaan Medis
1)
Penatalaksanaan Non Farmakologis.
·
Diet
·
Aktivitas seperti
berjalan, jogging, bersepeda atau berenang.
2)
Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
·
Mempunyai efektivitas yang tinggi.
·
Mempunyai
toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
·
Memungkinkan
penggunaan obat secara oral.
·
Tidak menimbulkan intoleransi.
·
Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh
klien.
·
Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
·
Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien
dengan hipertensi seperti golongan diuretic,
golongan betabloker, golongan antagonis kalsium, golongan penghambat konversi
rennin angitensin.
g.
Test diagnostic
·
Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap
volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
hipokoagulabilitas, anemia.
·
BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi
/ fungsi ginjal.
·
Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi)
dapat diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
·
Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan
disfungsi ginjal dan ada DM.
·
CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
·
EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi.
·
IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti
: Batu ginjal, perbaikan ginjal.
·
Poto dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area
katup, pembesaran jantung.
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
·
Identitas : Sering terjadi pada ibu
usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun
·
Keluhan utama : Perdarahan dari
jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar keringat dingin, kesulitan nafas,
pusing, pandangan berkunang-kunang.
·
Riwayat kehamilan dan persalinan :
Riwayat hipertensi dalam kehamilan, preeklamsi / eklamsia, bayi besar, gamelli,
hidroamnion, grandmulti gravida, primimuda, anemia, perdarahan saat hamil.
Persalinan dengan tindakan, robekan jalan lahir, partus precipitatus, partus
lama/kasep, chorioamnionitis, induksi persalinan, manipulasi kala II dan III.
·
Riwayat kesehatan : Kelainan darah
dan hipertensi
·
Pengkajian fisik :
ü
Tanda vital
ü
Fundus uteri/abdomen : lembek/keras,
subinvolusi
ü
Kulit : Dingin, berkeringat, kering,
hangat, pucat, capilary refil memanjang
ü
Pervaginam : Keluar darah, robekan,
lochea ( jumlah dan jenis )
ü
Kandung kemih : distensi, produksi
urin menurun/berkurang
2. Diagnosa Keperawatan
1) Kekurangan volume cairan b/d perdarahan pervaginam
2) Gangguan
perfusi jaringan b/d perdarahan pervaginam
3) Cemas b/d perubahan keadaan
4) Resiko infeksi b/d
perdarahan
5) Resiko shock
hipovolemik b/d perdarahan.
3. Intervensi Keperawatan
DX. 1 Kekurangan volume cairan b/d
perdarahan pervaginam
Tujuan : Mencegah disfungsional bleeding dan
memperbaiki volume cairan
KH : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1x2 jam klien nampak
·
perdarah berkurang atau sduah
berhenti
·
volume cairan / intake output dalam
keadaan seimbang
§ Intake = ± 2500
cc
§ Output = ± 2300
cc
·
TTV dalam batas normal
·
Turgor kulit elastic
·
Mukosa bibir lembab
Intervensi
1. Monitor tanda
vital
R/ Perubahan tanda vital terjadi
bila perdarahan semakin hebat
2. Monitor intake
dan output setiap 5-10 menit
R/ Perubahan output merupakan tanda
adanya gangguan fungsi ginjal
3. Berikan infus
atau cairan intraven
R/ Cairan
intravena mencegah terjadinya shock
4. Kolaborasi
dalam pemberian transfusi whole
blood ( bila perlu )
R/ Whole blood membantu menormalkan
volume cairan tubuh.
DX. 2 Resiko infeksi b/d perdarahan
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
KH : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1x2 jam tidak terdapat tanda-tanda infeksi seperti:
·
Dolor yaitu rasa nyeri
·
Kalor yaitu rasa panas
·
Tumor yaitu pembengkakan
·
Rubor yaitu kemerahan
·
Fungsio laesa yaitu perubahan fungsi
·
Leukosit normal
Intervensi
1.
Monitor tanda vital
R/ Perubahan tanda vital ( suhu )
merupakan indikasi terjadinya infeksi
2.
Monitor involusi uterus dan
pengeluaran lochea
R/ Infeksi
uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea yang berkepanjangan
3.
Observasi adanya tanda-tanda infeksi
R/ mengetahui
kemungkinan adaya tanda-tanda infeksi
4. Kolaborasi
dalam pemberian antibiotik (
bila perlu )
R/ Antibiotik mencegah infeksi yang
mungkin terjadi karena perdarahan
0 komentar:
Posting Komentar